Film
sederhana karya debut sutradara Benh Zeitlin, secara keseluruhan memang sangat
“indah”. Meski sederhana, baik dari segi cast yang belum begitu dikenal,
budget, hingga “tampilan” luarnya ini dikemas dengan sangat apik dan tidak
membosankan meski berkali-kali ditonton.
Bersettingkan
di daerah yang dikelilingi banyak air dan tanggul bernama Bathtub, bisa jadi
adalah sebuah daerah yang sangat rawan dengan banjir bila datangnya badai. Bathtub
juga banyak dipenuhi barang-barang rongsokan dan hewan ternak, membuatnya
sekilas nampak sebagai daerah yang kumuh dan kurang menyenangkan untuk
ditinggal. Tapi tidak dengan halnya Hushpuppy (Quvenzhané Wallis), gadis kecil yang melalui
hari-harinya di tempat tersebut dengan penuh kebahagiaan karena banyaknya
orang-orang yang menyayanginya. Kehidupan Hushpuppy sungguh keras, sejak kecil
ia telah kehilangan sosok seorang ibu, maka ia dibesarkan oleh ayahnya, Wink
(Dwight Henry) seorang diri. Didikan ayahnya terhadap Hushpuppy sangatlah
keras. Tak jarang Hushpuppy mendapat bentakan keras.
Meski
ia seorang gadis kecil, tapi Hushpuppy hidup dengan mandiri, ia mengerjakan
semua halnya sendiri. Bahkan, ayahnya melatihnya mencari ikan dengan tangan
kosong. Meski perlakuan Wink keras terhadap anaknya, tapi sesungguhnya ia
sangat sayang sekali. Lingkungan kaum “pinggiran” yang keras telah membentuk
karakter orang-orang yang tinggal di Bathtub. Suatu ketika, Hushpuppy sedang
memasak makanan dengan menyalakan api yang terlalu besar. Akibatnya, kompornya
meledak dan membakar rumahnya. Ayahnya marah sejadi-jadinya. Tapi Hushpuppy
berusaha lari sekencang-kencangnya hingga dikejar oleh ayahnya meski akhirnya
tertangkap dan sempat dipukul. Melihat perlakuan ayahnya yang dinilai kasar
(meski sebenarnya sayang), Hushpuppy bergantian memukul ayahnya tepat di
jantungnya hingga menyebabkan ayahnya tersungkur. Dalam keadaan kacau itu,
Hushpuppy mendengar bunyi gemuruh yang menjadi tanda akan datangnya badai.
Berhasilkah Hushpuppy dan ayahnya menyelamatkan diri dari badai tersebut ?
Mungkin
tagline Home Sweet Home bisa jadi
sangat pantas disematkan untuk film ini. Bagaimana keadaan Bathtub rawan
bencana dan kumuh dengan penuh barang rongsokan, memang jauh dari kata indah.
Tapi, bagi Hushpuppy dan mereka-mereka yang telah menghuninya selama
bertahun-tahun, maka tiada rumah yang paling indah selain Bathtub. Tidak heran
bila setelah badai menerjang dan memporak-porandakan Bathtub, sebagian besar
warganya malah memilih bertahan untuk tinggal di sana. Membuktikan bahwa mereka
sangat betah tinggal meski dalam keadaan dirundung becana. Bahkan, mereka
sempat menolak dengan keras untuk dipindahkan, meski itu juga dibuat untuk
keselamatan warga Bathtub sendiri.
Kesan
fantasi nan indah juga dimunculkan pula di sini. Dampak dari badai yang
menerjang Bathtub membangkitkan makhluk kuno yang disebut Aurochs. Meskipun di
sini, kemunculan mereka bisa dibilang sangat sekilas. Bahkan, para Aurochs
sempat pula berhadapan dengan Hushpuppy. Semua bergantung dari penonton
bagaimana menilai Aurochs itu sendiri, bisa saja makhluk itu nyata ada atau
sekedar imajinasi kreatif seorang anak kecil bernama Hushpuppy, seperti pula Ofelia
menilai Faun dalam Pan’s Labyrinth (2006) atau Satsuki dan Mei menilai Totoro dalam
My Neighbor Totoro (1988). Tapi secara pribadi, saya memiliki interpretasi
bahwa Aurochs bisa jadi adalah refleksi dari “pihak-pihak” yang mencoba
mengusir para warga Bathtub untuk mengambil keuntungan (bisa berupa tanahnya)
dari sana. Mungkin tidak salah juga melihat pernyataan Hushpuppy yang
mengatakan akan melindungi apa yang menjadi miliknya kepada para Aurochs. Akting Quvenzhané
Wallis sangat bagus dan natural, meski saya lebih menyukai Dwight Henry dalam memerankan karakter Wink yang keras tapi
sejujurnya baik hati. Dari info yang saya dapat, Dwight Henry yang seorang
pembuat roti ini tidak pernah mendapat latihan khusus dalam beakting.
ATAU
9 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
AYO KITA DISKUSIKAN !