Minggu, 03 Mei 2015

BARAKA [1992]

**FILM SUPER**
Baraka berasal dari bahasa Arab yang berarti berkah, merupakan film dokumenter non-naratif yang disutradarai oleh Ron Fricke, yang sebelumnya adalah seorang sinematografer. Salah satu faktor yang membuat Baraka terasa berbeda dengan film lainnya adalah penggunaan kamera 70 mm dengan sistem TOAD-AO. Film pada umumnya dibuat dengan kamera 35 mm, setengah dari kamera yang digunakan dalam pembuatan Baraka. Sebut saja film seperti 2001 : A Space Odyssey (1968) atau Ben-Hur (1959) juga memakai kamera 70 mm tersebut.

Baraka berisikan mengenai pemandangan alam yang menakjubkan, kehidupan dan aktivitas manusia, perkembangan teknologi, bahkan bencana baik dari alam maupun kesalahan manusia. Dibuat selama 14 bulan di 24 negara, Baraka banyak mengekspos hal-hal menarik di belahan dunia, seperti Himalaya di Tibet dan Nepal, Kuil Swayambhu di Nepal, Tari Kecak di Bali, dan bahkan Pabrik Gudang Garam di Kediri. Semua keindahan tersebut ditampilkan dengan gaya slow motion dan time lapse yang mengagumkan.

Skoring dari Michael Stearns semakin menambah kekuatan pada film ini. Pada menit-menit awal, Baraka ditampilkan dengan tempo yang lambat untuk menampilkan suasana yang tenang di pemandian air panas di Nagano, Jepang. Maka lihatlah pada bagian pertengahan, skoring yang full beat dipadu dengan gerakan cepat dari berbagai macam gambar yang diambil dari sebuah peternakan ayam, hiruk pikuk suasana di jalanan Tokyo, dan sibuknya pekerja di perusahaan keyboard di Thailand makin menambah indahnya film ini. Adegan terakhir ditutup dengan kemegahan bangunan-bangunan kuno yang dipadu skoring yang megah pula dengan pengambilan gambar time-lapse. Sungguh adegan penutupan yang sangat luar biasa megahnya dan memorable.

Apa yang menjadikan Baraka unik adalah tidak digunakannya dialog maupun tulisan sebagai keterangan lokasi-lokasi yang diambil gambarnya. Dengan tagline A World Beyond The Words yang tersemat pada posternya, menguatkan bahwa keindahan-keindahan yang tersaji di bumi ini tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Jadi, sangat beralasan mengapa Fricke mencoba untuk tidak memasukkan dialog pada film ini, karena sesungguhnya keindahan-keindahan tersebut merupakan ‘berkah’ yang bebas dilukiskan oleh siapapun yang melihatnya, dan bukan dari sudut pandang seorang Fricke selaku sutradara. Untuk lokasi yang tanpa keterangan, sepertinya Fricke menginginkan penontonnya untuk tidak perlu susah-susah memikirkan di mana lokasi yang diambil gambarnya, karena semuanya sama....sama-sama indah.  
ATAU
9,5 / 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AYO KITA DISKUSIKAN !