Kamis, 21 Mei 2015

THE HURT LOCKER [2010]

Berbeda dengan film perang lainnya yang ingin menawarkan kesan bahwa perang itu hanya membawa kerugian dan kesengsaraan, maka The Hurt Locker garapan Kathryn Bigelow ini justru berlawanan arah, dimana perang dapat membuat ketagihan bagaikan candu. Kathryn Bigelow sendiri berhasil memenangi kategori sutradara terbaik dan film terbaik di Academy Awards, mengalahkan mantan suaminya, James Cameron, yang juga masuk nominasi tahun itu bersama Avatar.

Keadaan salah satu kota di Irak ketika itu benar-benar mencekam. Para warga berlarian karena diduga ada bom yang sengaja dipasang di dekat permukiman warga. 3 orang sersan di tim gegana (Explosive Ordnance Disposal) mendapatkan tugas untuk melumpuhkan bom tersebut. Robot pun diturunkan untuk menjinakkan bom. Karena ada kesalahan teknis, Sersan Matt Thompson (Guy Pearce) harus turun tangan sendiri dengan memakai rompi khusus penjinak bom. Tapi naas, orang yang membawa detonator ponsel ada di sekitar TKP tersebut dan berhasil mengaktifkannya sehingga ledakan besar tidak bisa dihindari. Sersan Thompson pun tewas seketika dalam misi tersebut. Kematiannya membuat sahabat-sahabatnya, Sersan TJ Sanborn (Anthony Mackie) dan Sersan Owen Eldridge (Brian Geraghty) benar-benar terpukul. 

Staf Sersan William James (Jeremy Renner) ditugaskan ke kompi Bravo, tempat Sersan Sanborn dan Eldridge berada, untuk menggantikan posisi Sersan Thompson yang telah gugur. Sersan James sendiri juga seorang yang ahli dalam menjinakkan bom. Pada misi pertamanya sendiri bersama Sersan Sanborn dan Owen, ia sudah dihadapkan pada tugas penjinakkan bom yang sangat berat. Lebih dari 7 bom tertanam dalam tanah dekat permukiman warga dan Sersan James harus bisa menemukan yang asli dari semua bom. Awalnya, keputusan Sersan James untuk turun tangan sendiri dalam menangani penjinakan bom tanpa robot penjinak mendapat protes teman-teman lainnya karena dianggap terlalu berbahaya. Tapi, Sersan James adalah orang yang sangat percaya dan ia yakin dapat menjinakkan bom tersebut tanpa harus mengerahkan robot penjinak, yang mungkin ia menganggapnya tidak dapat bekerja secara efektif.   
   
Banyak ledakan bom ditampilkan di sini benar-benar menambah suasana yang menegangkan dan menakutkan. Berbeda dengan adegan ledakan ala Michael Bay yang asal-asalan (asal meledak), ledakan dalam The Hurt Locker digarap dengan sangat real dan mendramatisir. Selain ditampilkannya ledakan-ledakan yang membuat suasana menjadi menegangkan, The Hurt Locker juga banyak mengambil gambar dengan menggunakan long take dan slow motion, sehingga efek yang dihasilkan benar-benar mendekati suasana perang yang nyata. Beberapa adegan yang menampilkan bersitegangnya para army dengan warga lokal yang terkendala bahasa juga semakin menambah ketegangan, karena dalam keadaan tersebut, penonton dan army benar-benar dibuat takut karena sama-sama tidak tahu apa yang akan diperbuat oleh warga lokal tadi. Akankah hanya sekedar berkomunikasi atau bisa saja dia adalah teroris yang berencana menyalakan detonator. Banyaknya warga lokal yang mengintai para army di dalam dan di atas rumah-rumah juga menimbulkan banyak kecurigaan, benarkah mereka hanya sekedar melihat-lihat ataukah sedang mempersiapkan rencana lain. Suasana senyap yang dihadirkan selama proses penjinakkan bom memang dapat membuat penonton sendiri merasa ketar-ketir, berhasilkah atau tiba-tiba “meledak” di antara kesenyapan tadi. 

Sesuai dengan tagline-nya, war is drug, The Hurt Locker sendiri berfokus pada sosok Sersan William James yang memiliki ‘kesukaan’ dalam menjinakkan bom. Baginya, misi penjinakan bom sudah seperti bermain atau hobi. Bahkan, tanpa mengerahkan robot penjinak bom yang biasanya sebagai prosedur standart awal, dengan percaya dirinya Sersan James turun tangan sendiri hanya dengan bekal rompi penjinak bom. Selama ditugaskan di kompi Bravo, Sersan James sendiri telah membuat ikatan yang kuat dengan lainnya, Sersan Sanborn dan Eldridge. Awalnya, Sersan Sanborn menganggap tindakan Sersan James begitu gegabah, karena dia sendiri juga merasa memiliki tanggungjawab yang besar menjadi back-up agar setiap misi berjalan lancar. Singkatnya, setiap misi dalam perang yang ia jalani baginya sudah seperti ‘candu’ itu sendiri. Membuatnya ketagihan dan tidak bisa dihilangkan. Begitu tiba panggilan untuk pulang, Sersan James dapat kembali lagi ke kehidupannya yang damai bersama istri dan anaknya. Tapi apa yang terjadi, baginya justru medan peranglah ‘kampung halamannya’ dan menjinakkan bom adalah yang membuatnya rindu.   

Setiap cast masing-masingnya memainkan karakter yang dibuat kuat melalui dialog-dialognya. Sersan James adalah orang yang selalu percaya diri dan tidak jarang menunjukkan sikap yang menganggap enteng setiap misi yang diberikan. Tapi di balik sikapnya yang kadang terlihat ‘nyantai’ tersebut, Sersan James menyimpan sebuah aura ‘mengerikan’ dan ‘misterius’ yang selalu ia munculkan dalam menjalani misi. Sersan Sanborn begitu tegas dan selalu menanggapi serius setiap misi, meski pada akhirnya kita akan tahu sisi lain dari sikapnya yang keras. Ia sebenarnya sudah tidak tahan lagi dengan kehidupan yang ia jalani selama perang ini. Yang ia inginkan hanya bisa kembali pulang dan memiliki anak seperti orang normal lainnya, sangat berbanding terbalik dengan Sersan James. Sedangkan Sersan Eldridge yang berkeinginan besar bisa gugur seperti Sersan Thompson, malah harus dipulangkan lebih awal dan membuatnya kesal.    

Best Scene versi saya di The Hurt Locker sendiri adalah di mana ketika Sersan Sanborn dan James harus bahu membahu menghadapi serangan para sniper di gurun. Suasana yang dihadirkan dengan meminimalisasi skoring musik dan pengambilan gambar long take, membuat suasana benar-benar menegangkan dan seolah-seolah penonton sendiri ikut terlibat dalam adu kehebatan sniper tadi. Menurut saya pribadi, adu sniper di The Hurt Locker ini sendiri lebih bagus dan menegangkan dari adu sniper versi Full Metal Jacket (1987), karena jauh lebih real dan minim dialog di scene tersebut. Jangan lupa, adegan eksekusinya dalam bom bunuh diri pun juga tidak kalah seru dan menegangkannya. Overall, The Hurt Locker adalah film perang yang sangat bagus dan salah satu film perang favorit saya. Memang adegan peperangan yang ditampilkan tidak dalam skala epik, karena fokus utamanya sendiri lebih pada seputar tim gegana yang berjuang dalam menjinakkan bom. Tapi tidak bisa dipungkiri pula bahwa kontribusi tim gegana tersebut juga sangat besar untuk melindungi para army lainnya.    
ATAU
9 / 10

2 komentar:

  1. In military lingo fandango, a hurt locker is, roughly defined, a painful place you can’t escape. This monumental story, told simply and quietly, except for the detonation of explosives, with not even the usual accompaniment of dramatic wartime music, focuses on 3 soldiers in Iraq — 1 charged with the dismantling of bombs and 2 that are part of the team that oversees and protects him. Mark Boal’s unique story, so competently directed by Kathryn Bigelow, zeroes in cinematically (Barry Beltrami, with editing by Chris Innis and Bob Murawski) and psychologically (Boal and Bigelow) on Staff Sgt. James (Jeremy Renner), the surgically-precise, adrenaline-driven bomb dismantler, Sgt. JT Sanborn (Anthony Mackie), Renner’s key backup, he guided by reason and protocol, and Specialist Owen Eldridge (Brian Geraghty), a duty-bound, good guy, team member, who is often overwhelmed by fear and anxiety. Their unique personalities, interpersonal connection and ways of relating, all of it is here- including a mostly-drunken gut-punching exchange between 2, following a deadly experience (which all are), demonstrates more than aggression. Rough as it is, it comes off a bit brotherly and intimate, until it doesn’t. The closeups are amazing. In the desert, wind whipping up sand, our eyes become empathically sore watching Sanborn’s get redder and redder. It’s very real, and even a famous actor like Ralph Fiennes ends up with a cameo role, because war is war, and doesn’t make choices based on box office. The film is riveting. The constant circumstance of being unable to distinguish the enemy from the ally, anymore than the characters can, and the uncertainty regarding timely bomb dismantling, generate a watch hostiles online free fair amount of tension, angst, and excitement. All filmmaking disciplines are in sync and exceptional. An extremely accomplished production.

    BalasHapus

AYO KITA DISKUSIKAN !