Jika
diri ini menganggap banyak hal menyebalkan selalu terjadi dalam hidup ini, maka
sudah saatnya berhenti dengan prasangka buruk tersebut. Film dari Itali arahan
sutradara Roberto Benigni yang juga bermain di sini, mencoba mengajak
penontonnya untuk selalu berprasangka baik dan berpikiran positif terhadap
apapun dalam hidup, dengan begitu semua akan berjalan baik dan lancar. Dengan
tagline An Unforgettable fable that
proves love, family, and imagination conquer all, membuktikan itulah
senjata ampuh dalam menghadapi segala kesusahan.
Pagi
itu, Ferruccio (Sergio Bustric) sedang berkendara dengan teman dekatnya, Guido
(Roberto Benigni). Tidak tahunya, ternyata mobil yang sedang mereka kendarai
remnya blong dan mobil tersebut tersungkur lalu melewati iring-iringan yang
akan menyambut kedatangan raja. Guido dan Ferruccio tiba-tiba menjadi raja
dadakan, karena orang-orang dalam iring-iringan tadi mengiranya raja yang
sedang lewat. Raja sesungguhnya yang muncul setelahnya malah terhalang iring-iringan
dan tidak bisa lewat. Mereka kemudian berhenti di suatu tempat untuk
memperbaiki rem yang blong tadi. Ketika Guido sedang mencuci tangan setelah
memperbaiki mobil, ia bertemu seorang wanita yang jatuh dari lantai atas karena
berusaha membakar sarang lebah. Itulah pertemuan pertama Guido dengan Dora
(Nicoletta Braschi) yang berhasil membuatnya jatuh hati. Pertemuan mereka
berdua pun berlanjut hingga berkali-kali. Suatu ketika, Guido sedang menonton
sebuah teater, dan nampak ada juga Dora di sana, meski ia tidak melihat
keberadaan Guido. Dora datang ke teater tersebut bersama kekasihnya, Rodolfo
(Amerigo Fontani). Selepas acara, Rodolfo mengajak makan Dora, tapi sebelum
keluar gedung, ia akan mengambil mobil dulu untuk menjemputnya. Kesempatan
tersebut tidak di sia-siakan oleh Guido. Ia yang malah menjemput Dora dengan
meminjam mobil Ferruccio. Guido memperlakukan Dora dengan sangat lembut, penuh
lelucon, dan tidak lupa, romantis. Kelembutan hati seorang Guido membuatnya
luluh dan melupakan keberadaan Rodolfo.
Setelah
beberapa tahun menikah, Guido dan Dora dianugerahi seorang anak bernama Joshua
(Giorgio Cantarini). Mereka hidup dengan tenang dan bahagia. Kemanapun mereka
bertiga pergi, selalu mengendarai sepeda butut. Guido sendiri sekarang memiliki
usaha toko buku. Ketika itu, banyak sekali poster-poster yang bertuliskan
sentimen terhadap kaum Yahudi. Guido yang juga seorang Yahudi, selalu
mengajarkan kebaikan dan berprasangka baik pada Joshua. Ia tidak pernah memarahinya,
malahan sering kali Guido memberikan lelucon-lelucon dan cerita imajinasi. Kebahagiaan
mereka segera memudar ketika tentara Nazi datang membawa Guido dan Joshua ke
kamp konsentrasi. Dora yang awalnya tidak tahu mereka dibawa, segera menyusul
ke stasiun meminta salah satu petugas Nazi melepaskan Guido dan Joshua. Awalnya
ia ditolak, namun kemudian Dora memaksakan diri untuk ikut bersama rombongan.
Kemudian, sesampainya di kamp konsentrasi, mereka terpisah ruangan. Bagaimana
nasib mereka bertiga selanjutnya ? Berhasilkah Guido dan Joshua bersatu dengan
Dora ?
Sejak
menit-menit awal, banyak adegan dengan guyonan segar mampu membuat tertawa
siapa saja yang menontonnya. Saya sendiri benar-benar dibuat terpingkal-pingkal
dengan tingkah laku Guido dan Ferruccio. Sedari awal, Life is Beautiful memang
dikonsep dengan komedi. Berbagai lelucon yang ditampilkan Roberto Benigni
sebagai Guido bisa disebut sebagai lelucon cerdas dan tidak berusaha membodohi
diri sendiri. Sosok Guido memang tidak hanya pandai membuat lelucon, tapi juga
orang yang sangat romantis, ayah yang baik, dan selalu berpandangan positif
dalam setiap hal. Ia juga mengajarkan kepada Joshua untuk selalu berprasangka
baik pada siapapun dan pada berbagai macam hal. Maka tidak heran bila sosok
Guido tidak pernah ditampilkan dalam keadaan susah, sedih, ataupun marah selama
film berlangsung. Saya sendiri tidak menyangka, kenapa ada ya manusia yang benar-benar
tidak memiliki sisi negatif seperti Guido ? Memang sejak awal Roberto Benigni
menginginkan film ini berisikan ajakan untuk setiap orang agar selalu berbuat
hal-hal yang baik. Pesan yang terkandung memang bagus dan sederhana, tapi dalam
eksekusinya ada beberapa hal yang membuat Life is Beautiful terlihat sangat
absurd dan kurang terasa warm. Momen-momen
seperti peralihan hati Dora dari Rodolfo ke Guido juga saya rasa terlalu cepat.
Dengan mudahnya, Guido mendapatkan Dora tanpa ditunjukkannya perlawanan berarti
dari Rodolfo.
Untuk komedinya sendiri benar-benar
dapat. Bahkan, sepanjang durasi mulai awal hingga terakhir bisa disebut
serangan komedi tanpa henti. Tapi, apakah itu cukup ? Menjadikan Life is
Beautiful sebagai film bagus sepertinya harus dipikir-pikir lagi. Sebenarnya
kegundahan saya yang utama di sini ada pada sosok Guido seperti yang saya
tuliskan di atas. Kesempurnaan sifat baik Guido sama sekali tidak membuat saya
terkesan, yang ada malah terlihat sangat absurd. Okelah jika Guido bersikap
‘bahagia di segala suasana’ hanya di depan Joshua, karena ingin memberikan
contoh yang baik. Tapi hampir di manapun dan dalam segala hal, Guido selalu
nampak bahagia dan tidak pernah bersedih. Pun begitu dengan Dora. Menyerahkan
diri pada Nazi karena suami dan anaknya dibawa ke kamp konsentrasi. Setelah itu
ia hanya diam saja menunggu kepastian yang tak pasti dan menerima saja setiap
perlakuan petinggi-petinggi Nazi. Kenapa bisa ada orang yang berdiam diri saja
tanpa berusaha lebih dalam mencari orang yang dicintai ? Apakah bukti cinta itu
berupa ia harus merasakan juga apa yang diderita suami dan anaknya dengan kerja
paksa di kamp konsentrasi ? Well, Saya menyebut Guido dan Dora adalah pasangan
yang aneh. Dengan segala kekurangan berupa karakter yang absurd dan banyak plot
hole, rasanya cukup ‘memalukan’ memilih Life is Beautiful sebagai film asing
terbaik di Academy Awards tahun 1998. Roberto Benigni pun juga menang sebagai
aktor terbaik yang bagi saya pribadi ‘pasti’ ada yang lebih baik, meski saya
tidak tahu siapa saja para nominator ketika itu.
ATAU
7 / 10
Tom Hanks (Saving Private Ryan) & Edward Norton (American History X) are definitely far more better than Benigni
BalasHapussaya sangat setuju mas rasyid
BalasHapus