Sabtu, 02 Mei 2015

THE FALL [2006]

Apa yang ada di benak pecinta film ketika mendengar 2 nama besar sutradara David Fincher (Se7en, The Curious Case of Benjamin Button, Zodiac, The Social Network, Gone Girl) dan Spike Jonze (Being John Malkovich, Adaptation, Her)? Sulit membayangkan bagaimana film hasil kombinasi mereka berdua. Tapi, di sini mereka berdua hanya bertindak sebagai produser dari film berjudul The Fall yang disutradarai oleh Tarsem Singh. Setelah menonton film ini, saya kemudian mencari tahu bahwa Tarsem juga menyutradarai Immortals(2011) dengan style yang menurut saya mirip 300 (2006)-nya Zack Snyder. Kenyataannya, Immortals sama sekali tidak memberikan kesan mendalam bagi saya.


Ini adalah film kedua dari Tarsem yang pernah saya tonton. Dari 2 film ini (Immortals & The Fall) masih belum cukup memberikan saya gambaran bagaimana style seorang Tarsem dalam membuat film. Tapi dari kedua film tersebut, setidaknya saya mendapati keunikan dari aspek visual. Selain itu, pendalaman karakter dari The Fall jauh lebih bagus dan mengajak para penontonnya untuk lebih menyelami dunia imajinasi.
Kisahnya dimulai dari seorang gadis kecil bernama Alexandria (Catinca Untaru) harus dirawat di rumah sakit karena patah tulang tangan kirinya. Suatu ketika, Alexandria mengirimkan sebuah surat kepada salah satu suster di rumah sakit tersebut dengan melemparkannya melalui jendela. Tapi malangnya, surat tersebut malah jatuh ke dalam kamar salah satu pasien lain. Setelah itu Alexandria mencoba untuk mencarinya, dan dia mendapati surat tersebut telah ada di tangan Roy (Lee Pace), seorang stunt-man. Akibat sebuah kecelakaan saat syuting, ia pun menderita patah kaki dan harus dirawat di rumah sakit tersebut. Pertemuan awal antara Alexandria dengan Roy dimulai dari sini.

Dari seringnya Alexandria bertemu dengan Roy, maka terciptalah hubungan yang lebih dekat antara mereka berdua. Pada saat itu juga, sebenarnya Roy juga mengalami patah hati (selain patah kaki) karena kekasihnya lebih memilih bersama aktor terkenal, Sinclair (Daniel Caltagirone). Bagi Roy, sepertinya kehadiran Alexandria cukup menganggu. Oleh karena itu, Roy kemudian menceritakan sebuah kisah yang dibuatnya secara instant, untuk membuat Alexandria segera pergi menjauh. Kisah yang dibuat Roy pun tidak jauh dari pengalaman hidupnya, terutama kisah cintanya yang kandas.
Dalam kisah yang diceritakan Roy terhadap Alexandria, dikisahkan seorang bandit bertopeng bersama dengan teman-teman lainnya (Otta Benga, Indian, Luigi, Charles Darwin, Mystic) akan membalaskan dendam kepada Gubernur Odious yang tak lain adalah manifestasi dari Sinclair. Begitu juga dengan karakter lainnya, yang tidak lain adalah orang-orang yang ada di sekitar rumah sakit, teman dari Roy dan Alexandria sendiri, serta diperankan oleh aktor yang sama. Sebenarnya penceritaan seperti ini bukanlah hal baru bagi saya. Para karakter yang sudah ada, masuk lagi menjadi bagian dari sub-cerita dengan dimainkan oleh aktor yang sama pula. Mungkin sedikit mengingatkan saya dengan The Wizard of OZ (1939) dan film yang rilis 6 tahun setelah The Fall, Cloud Atlas (2012).

“Imajinasi” adalah kata kunci dari film ini. Dengan menekankan pada imajinasi, penonton menjadi mengerti bagaimana kisah yang pahit-menyedihkan-ingin dilupakan, menjadi kisah yang bernilai lebih dan terkenang. Sinematografi yang indah dengan widescreen landscape juga menjadi penunjang The Fall. Kisah bandit bertopeng dkk dari Roy bukanlah kisah yang ringan tanpa tragedi di dalamnya. Kisah tersebut adalah refleksi dari kisah pribadi Roy & Alexandria, bagaimana Roy dikhianati kekasihnya, jatuh saat syuting hingga patah kaki, Alexandria yang jatuh hingga tangan patah, semua pahit-getir-jatuh-bangun hidup ini ia tuangkan dalam kisah Bandit Bertopeng dkk, karena seperti itulah hidup ini. Saya rasa, sangat beralasan mengapa film ini berjudul The Fall.
 ATAU
9 / 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AYO KITA DISKUSIKAN !